

RUMUSAN HASIL
PASRAMAN KILAT NON FORMAL
(Desa Adat Blahkiuh, Jumat 28 Oktober 2022)
- Hendaknya dibedakan upacara keguguran yang masuk katagori Warak Keruron, Ngelangkir dan Ngelungah berdasarkan tingkat umur janin/bayi/anak. Jika umurnya 1 – 3 bulan atau belum berwujud masuk katagori Warak Keruron, lebih dari 3 bulan – lahir belum kepus pungsed masuk ke dalam Ngelangkir dan kepus pungsed – anak belum meketus, masuk katagori Ngelungah.
- Ada perbedaan prinsip untuk ketiga upacara tersebut yaitu, janin/bayi/anak tidak boleh dipreteka karena masih dianggap suci, tanpa dosa dan dianggap masih peragan dewa. Fokus upacara lebih tertuju pada orang tua dan pabersihan lingkungan rumah dengan pecaruan, tanpa diikuti acara ngeroras. Bentuk upacara dan tata cara pelaksanaannya, seperti pada makalah yang dibagikan (dapat disesuaikan dengan kondisi setempat)
- Makna filosofis padang lepas pada bubur pirata juga disinggung, di mana konon dapat menangkal panasnya api neraka bagi roh orang yang meninggal. Ini terdapat pada mitologi/cerita bahwa padang lepas adalah rayunan kesukaan Betara Gana, saat mana pernah ada kejadian Betara Gana harus menyedot panasnya kawah di neraka. Untuk mengghilangkan rasa panas di perut Betara Gana, dimakanlah 11 helai padang lepas untuk mendinginkan perut beliau.
- Untuk saji tarpana juga disinggung di mana diibaratkan sebagai bekal bagi roh dalam perjalanan, sementara doa oleh pratisentana yang hidup sama artinya sebagai permohonan remisi (keringanan hukuman) atas dosa-dosa untuk orang yang meninggal.
- Untuk upacara dan upakara Pitra Yadnya (Ngaben) konon ada 34 jenis, dan yang menjadi rujukan dalam Pasraman ini adalah ‘’Sawa Prakerti’’ yaitu yang Nomor 30 (Nomor 4 dari bawah) sebagai acuan minimal untuk bisa dilaksanakan oleh semua kalangan, terutama krama yang kurang mampu. Gambaran biaya untuk pengabenan ini, sekitar Rp. 7 Juta s/d Rp. 8 Juta sehingga dapat dilaksanakan dari papeson Patus yang terkumpul kemudian dikerjakan oleh Krama Banjar.
- Pemilihan tingkat pengabenan ini sebagai acuan minimal adalah untuk meringankan umat atau krama, dikaitkan dengan alokasi waktu, tenaga dan biaya yang berpengaruh terhadap persaingan hidup, peluang kerja, persaingan karir yang sering dibandingkan dengan umat selain Hindu. Ini adalah salah satu bentuk proteksi supaya umat Hindu ajeg dan tidak goyah untuk berpindah ke agama lain.
- Prinsip banten/sarana minimal dalam pengabenan adalah; Nasi Angkeb, Bubur Pirata, Dius Kemeligi, Toya Penembak dan Tirta Pangentas. Dengan demikian umat Hindu di luar Bali juga dapat melaksanakan hal ini.
- Banten bukan agama tetapi salah satu bentuk budaya sehingga berbeda satu daerah dengan daerah lain, apa lagi dengan umat Hindu di luar Bali. Salah jika mengkaitkan banten ngaben dengan pencapaian surga, yang benar pencapaian surga sangat ditentukan olah subha asubha karma yang bersangkutan. Karena tafsir yang keliru inilah akhirnya maraknya banten dipandang sebagai syarat utama ngaben ditambah lagi karena gengsi.
- Pitra Yadnya ada dua jenis; pertama adalah ngupapira orang tua semasih hidup dan ini sering dilupakan dan disepelekan dan kedua adalah mengupacarai orang tua setelah meninggal. Bahkan bobot yadnya ngupapira orang tua semasih hidup jauh lebih tinggi dibandingkan setelah meninggal yang hanya sesaat.
- Ada tiga jenis ‘’kematian’’ (a) lepasnya atman dari badan kasar (mati secara biologis); (b) setelah berada di Bale Gede/Bale Adat, dan (c) setelah maitik-itik. Pada kematian point (a) dan (b) mayat masih bisa dipindahkan, sedangkan kematian point (c), pemindahan mayat harus menuju ke setra.
- Mati salah pati ulah pati, dapat dilakukan ngaben seperti biasa (kaprateka sekadi wong mati bener) yang didahului dengan beberapa upacara Panebusan, seperti di Tempat Kejadian, Pempatan, Pura Dalem dan Prajapati . Ini juga sudah termuat dalam salah satu keputusan Parisada tahun 1961 yang dikenal dengan Piagam Campuan.
- Ngaben berturu-turut kurang dari satu tahun dalam satu pekarangan, dapat dilakukan (menurut lontar ‘’Japa Kala’’) bahkan ada kejadian tiga kali seperti diuraikan Narasumber (Bpk. Ketut Sudarsana). Pelaksanaannya untuk ngaben yang kedua upacanya diperkecil demikian seterusnya, dan khusus yang ketiga harus pindah bale (masih dalam satu pekarangan). Hal ini memang masih banyak dipertentangkan oleh para Sulinggih. Di Blahkiuh masih melakukan dengan alternatif ‘’nyangking karang’’ (dilakukan di pekarangan keluarga lain) atau ngaben di tempat kremasi.
- Ngaben ngeplugin sebaiknya dilakukan langsung di setra, tidak usah membawa pengawak/tapakan pulang lagi ke rumah.
- Makingsan sebaiknya dilakukan tanpa didahului dengan magulung, karena biayanya hampir mendekati ngaben, maka untuk makingsan disarankan dilakukan makingsan alit (tanpa megulung). Makingsan sebaiknya juga dengan pangentas tanem/bangbang sehingga menunggu ngaben dapat dalam waktu lebih lama. Jika tidak dengan pangentas tanem/bangbang, maka ngaben harus dilakukan sebelum batas waktu satu tahun.
- Ngelukar pangerorasan, dapat dilakukan di pempatan, lebuh atau di rumah. Oleh karena pertimbangan keamanan, lalulintas dan fasilitas publik, maka dapat dilakukan di lebuh atau di rumah.
- Ngelinggihang di Rong Tiga sudah saatnya diberikan pemahaman atas dasar konsep Dik dan Vidik pada posisi Padu Muka (menghadap Rong Tiga). Dik artinya: daksina/brahma/purusa, dan Vidik artinya: utara/wisnu/predana. Jadi kalau ngelinggihang sane lanang/purusa berarti di selatan dan yang istri/predana di utara. Sumber lontar ini didapatkan di Buleleng, sehingga terkesan terbalik dengan kebiasaan kita di Bali Selatan. Kekeliruan terdahulu akan disempurnakan/diperbaiki atas keyakinan karena adanya upacara Nila Pati (Nila=Kosong, Pati=Mulia).
- Hasil Rumusan Pasraman Kilat ini bersifat pembanding sehingga perlu disosialisasikan terlebih dahulu, kemudian diambil point kesepakan yang dapat diterima secara utuh untuk diterapkan/dilaksanakan guna semakin tertibnya pelaksanaan upacara Pitra Yadnya di Desa Adat Blahkiuh.
- Beragama sekarang hendaknya diikuti dengan kecerdasan, oleh karena itu Prajuru Desa, Serati, Pemangku dan Kelihan Adat, diharapkan menjadi kelompok umat yang berposisi sebagai pembina, untuk mengimbangi umat yang koservatif (kaku), ragu-ragu dan provokatif (menyalahkan tanpa solusi).
Blahkiuh, 28 Oktober 2022
Bandesa Adat,
Ir. I Gst. Ag. Kt. Sudaratmaja, MS

